JANGAN MENGHAKIMI

JANGAN MENGHAKIMI



JANGAN MENGHAKIMI
APAKAH KITA SEDANG MENGHAKIMI JIKA MEMBERITAHUKAN KEKELIRUAN GEREJA LAIN KEPADA JEMAAT GEMBALAAN SENDIRI?

Mungkin sudah sering mendengar perkataan ini, “jangan menghakimi orang lain” ketika mencoba menjelaskan kekeliruan dan penyimpangan yang sedang terjadi di berbagai gereja sekarang ini. Apa reaksi kita ketika mendengarkan perkataan itu? Mungkin ada yang langsung teringat perkataan Tuhan Yesus dalam Matius 7:1-2, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.
Untuk menjawab keraguan atau ketidaktahuan tentang “jangan menghakimi orang lain” kita perlu menyelidiki firman Allah sebagai dasar dan fondasi pengetahuan kita. Kita tidak bisa menerima begitu saja perkataan atau teguran orang lain dengan berkata, “jangan menghakimi orang lain.” Sangat dibutuhkan pembelajaran firman Allah dalam hal ini.
ARTI KATA “MENGHAKIMI”
Pertama-tama, perlu diketahui apa arti kata “menghakimi.” Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan definisinya sebagai “mengadili” atau “berlaku sebagai hakim.” Lalu apa itu “hakim”? Kamus Besar Bahasa Indonesia juga memberikan pengertian sebagai, (1) “orang yang mengadili perkara,” (2) “pengadilan” dan (3) “juri”, “penilai.” Namun juga diberikan pengertian lain sebagai “orang pandai, budiman dan ahli; orang yang bijak.”
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa “menghakimi” adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menentukan sesuatu itu benar atau salah. Itulah sebabnya dalam sebuah pengadilan dikenal sebutan “hakim” dimana berperan menghakimi suatu perkara. Jika tidak ada hakim maka tak seorangpun yang memiliki wewenang untuk menentukan mana yang benar dan salah. Sebagai akibatnya semua orang akan merasa benar dan tidak ada yang merasa salah. Jika demikian, maka hidup manusia itu akan sama seperti di masa hakim-hakim dimana manusia melakukan apa yang baik menurut pandangannya masing-masing, “setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri” (Hakim-Hakim 21:25).
TUGAS SEORANG HAMBA TUHAN
Ada dua penjelasan penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pembahasan ini. Yang Pertama, orang Kristen atau gereja takut dilabel sebagai “menghakimi orang lain.” Jika rasa takut ini dibiarkan dengan tanpa memiliki dasar yang benar, akan berdampak buruk pada gereja karena gereja tidak bisa memberitahukan atau menjelaskan mana yang benar dan salah. Jika demikian, siapa yang patut diikuti dan diteladani? Sebagai akibat ketakutan ini akan sangat besar terhadap gereaj karena secara tidak langsung hal ini memberitahukan bahwa gereja tidak perlu memiliki pengajar atau hamba-hamba Tuhan karena tugas utama mereka adalah memberitahukan mana yang benar dan salah melalui pengajaran, khotbah dan penggembalaan jemaat agar mereka mengikuti yang benar dan menjauhi yang salah. Jika para hamba Tuhan yang mengajar dan berkhotbah dianggap menghakimi ketika mengatakan hal yang benar, lalu siapakah yang pantas jadi pengajar dan pengkhotbah?
Sekedar diketahui tiap-tiap orang di dunia ini akan selalu bertindak sebagai “hakim” dalam hidupnya. Jika seseorang tidak bisa menghakimi atau tidak mampu memberitahukan apa yang benar dan salah maka ia seorang yang plin-plan, dan tidak berpendirian. Ia tidak pantas menjadi seorang pemimpin karena ia tidak bisa mengambil keputusan bijaksana. Orang yang tidak bisa mengambil keputusan atau menentukan suatu keputusan akan susah dalam hidup dan dalam membangun keluarganya karena ia tidak bisa menentukan apa yang terbaik untuk hidupnya.
Kedua, jika seorang hamba Tuhan memberitahukan kekeliruan dan penyimpangan yang dilakukan orang atau gereja lain, pendeta itu tidak pada posisi mengakimi orang (gereja) lain. Seorang hamba Tuhan harus mengajarkan yang benar dan memperingatkan hal-hal yang buruk. Tugas seorang pengkhotbah sama seperti seorang ayah dalam sebuah rumah tangga. Sang ayah wajib memberitahu anak-anaknya apa yang baik dan benar, tetapi mengingatkan mereka hal-hal buruk yang tidak bisa dilakukan agar bisa dihindari dan dijauhkan. Akan sangat buruk bagi anak-anaknya jika seorang ayah hanya memberitahukan hal-hal benar saja tanpa memberitahukan hal-hal buruk yang harus dihindari. Oleh karena itu seorang ayah yang baik tidak akan henti-hentinya memberitahu anak-anaknya siapa yang bisa diikuti dan dijadikan sebagai teman, serta siapa yang harus dijauhi karena kelakuan buruk dan kejahatannya. Itulah tugas seorang ayah dalam mendidik anak-anaknya.
Apakah dalam hal ini sang ayah menjadi seorang ayah yang jahat dan berdosa karena telah menghakimi orang lain dengan memberitahu anak-anaknya siapa orang-orang jahat dan hal-hal buruk yang dilakukan? Bisa dipastikan, semua ayah di dunia ini akan berpikir bahwa ia tidak berdosa dan bersalah serta tidak menghakimi orang lain ketika ia mengajar anak-anaknya. Tindakan itu baik bagi sang ayah dan sangat baik bagi anak-anaknya. Begitu juga dengan para hamba-hamba Tuhan yang menjadi pengkhotbah, pengajar dan gembala sidang dalam sebuah gereja. Adalah tugas mereka mengingatkan jemaatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal buruk, keliru dan kesesatan yang dilakukan orang atau gereja lain, dan mengajarkan apa yang benar. Jika seorang hamba Tuhan tidak melakukan hal itu, ia tidak pantas menjadi hamba Tuhan, gembala sidang, pemimpin, pengajar dan pengkhotbah.
Mari pertimbangkan contoh lain demi memperjelas topik ini. Seandainya seorang jemaat bertanya kepada pendetanya, “apa benar Tuhan Yesus adalah satu-satunya jalan masuk ke sorga?” Untuk menjawab pertanyaan ini, mungkin sang pendeta tidak berpikir panjang dan dengan mudah bisa menjawab dan berkata, Ya, itu betul. Tetapi ketika dilanjutkan dengan pertanyaan lain, “lalu bagaimana dengan mereka yang tidak percaya pada Yesus, apa mereka tersesat dan akan binasa?” Jika pendeta itu takut dilabel sebagai orang yang menghakimi orang lain, maka ia tidak akan menjawab pertanyaan ini dan memilih diam atau menjawab, “saya tidak tahu.” Kenapa demikian, karena jika ia menjawab “Ya” itu berarti ia sudah menghakimi mereka yang tidak percaya.
Bagaimana dengan doktrin-doktrin lain dalam Alkitab? Pendeta yang mengerti tugas, tanggungjawab dan kewajibannya akan memberitahu jawaban semampunya dari setiap pertanyaan jemaatnya. Ketika harus mengatakan apa yang dimengerti dan dipercayai sebagai kebenaran firman Allah, ia tidak pada posisi menghakimi orang lain meskipun pemberitahuan itu menyinggung ajaran dan kepercayaan gereja lain. Apa yang disampaikannya merupakan kepercayaan yang diyakini sebagai kebenaran. Dia wajib mengajarkan kebenaran yang telah diketahuinya.




share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 08:22 and have 0 komentar

No comments:

Post a Comment