MENGHAKIMI DALAM KONTEKS KITAB MATIUS 7:1-2

MENGHAKIMI DALAM KONTEKS KITAB MATIUS 7:1-2



MENGHAKIMI DALAM KONTEKS KITAB MATIUS 7:1-2
Apa sebenarnya maksud perkataan Yesus ketika berkata, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi”? Untuk mengerti maksud pernyataan ini kita perlu melihat konteks ayat ini. Perlu diketahui setiap perkataan itu harus diartikan menurut konteks saat perkataan itu disampaikan pembicara awal. Jangan pernah memberikan arti pada suatu pernyataan keluar dari konteks atau memotong pernyataan itu dari konteksnya. Jika hal ini dilakukan maka tidak akan bisa dimengerti apa maksud perkataan Yesus.
Sebagai contoh, pernahkan mendengar ayat firman Allah yang berbunyi bahwa “Tidak ada Allah?” Ada dua bagian firman Allah yang mencatat pernyataan ini yaitu Mazmur 14:1 dan Mazmur 53:2. Namun pernyataan itu bisa berarti lain karena pernyataan itu dipotong dari keseluruhan ayat atau perikope atau konteks. Jika diperhatikan kedua ayat tersebut dan dimengerti arty pernyataan itu menurut konteksnya maka artinya akan berbeda. Inilah ayat yang sebenarnya, “Orang bebal berkata dalam hatinya: Tidak ada Allah” (Mazmur 14:1; 53:2). Demikian juga ketika ingin mempelajari ajaran Tuhan Yesus tentang “jangan menghakimi orang lain.” Pernyataan ini jangan dipotong dari konteks dan hanya menekankan pernyataan ini tetapi harus memperhatikan keseluruhan ayat tersebut atau konteks pembicaraan Yesus pada Matius 7:1-5 itu agar tidak memberikan arti lain yang tidak disarankan konteksnya.
Untuk memperjelas topik ini, mungkin akan sangat baik mengutip ayat ini kembali, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (Matius 7:1-2). Jika dicermati dengan seksama kedua ayat ini, sangat jelas bahwa kita diajarkan harus menghakimi tetapi tidak menghakim dengan munafik. Oleh karena itu jika harus menghakimi, jangan dilakukan dengan sembarangan. Ia harus mamastikan dirinya bersih dan tidak munafik dan ia harus menghakimi dalam arti positif dan bukan negatif, jika tidak demikian, “kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan dikurkan kepadamu.” Oleh karena itu, selidikilah setiap pikiran, tindakan dan perkataan agar kita tidak dihakimi. Ini tidak berarti bahwa kita harus sempurna dan tanpa dosa. Jika demikian, tidak ada yang bisa mengambil keputusan. Itulah sebabnya Yesus memberikan suatu ilustrasi memperjelas maksud perkataanNya, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Matius 7:3-5).
Inti ilustrasi ini mengajarkan bahwa jangan pernah katakan orang lain salah jikalau kamu juga melakukan hal yang sama atau bahkan lebih buruk dari yang dilakukannya. Itulah sebabnya Yesus memakai kata “munafik” untuk menggambarkan orang-orang sedemikian. Namun jikalau melihat keseluruhan perikope Matius 7:1-5 tersebut, sangat jelas bahwa larangan untuk tidak menghakimi itu hanya berlaku bagi mereka yang munafik. Seseorang yang ingin memberikan penilaian terhadap orang lain, harus terlebih dahulu membersihkan diri atau menyelidiki hati (“mengeluarkan balok dari dalam matanya”) sebelum melakukan penghakiman. Ia harus bersih dan tidak bersalah. Hanya orang yang bersih dan tidak bercacat yang layak menjadi seorang hakim dan memberikan penilaian terhadap orang lain.
Apakah kesimpulan ini memiliki dasar yang kuat? Jawabannya, ya pasti. Jika memang kita tidak bisa menghakimi (memberitahukan kesalahan) orang lain, lalu kenapa Tuhan Yesus menghakimi orang-orang Farisi, Saduki dan Israel lainnya? Bukankah sepatutnya kita meneladani Yesus? Jawabannya adalah karena Yesus tidak munafik. Coba perhatikan kalimat-kalimat yang disampaikan Yesus dalam Matius 23. Yesus mengucapkan delapan kali kata “kutuk” atau “celaka” dalam Alkitab bahasa Indonesia. Perhatikan ayat 13, 14, 15, 23, 25, 27, 29, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi” dan ayat 16, “Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta.” Kata “celakahlah” di sini sesungguhnya adalah kata “terkutuk.” Inilah perkataan yang diucapkan Yesus karena Yesus mengetahui bahwa orang-orang tersebut telah melakukan hal-hal yang jahat tetapi Yesus tidak melakukan hal-hal yang mereka lakukan. Yesus bersih dan tidak memiliki sesuatu apapun yang bisa dituduhkan kepadaNya. Yesus menghakimi karena Yesus tidak munafik dan tidak melakukan hal yang salah. Oleh karena itu orang Kristen dituntut bertindak sedemikian dan memiliki hati yang tidak munafik ketika menghakimi sesuatu atau orang lain.




share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 08:25 and have 0 komentar

No comments:

Post a Comment