Penerapan di Jemaat dan Masyarakat tentang Jabatan Gerejawi dan Baptisan

Penerapan di Jemaat dan Masyarakat tentang Jabatan Gerejawi dan Baptisan

Penerapan di Jemaat dan Masyarakat tentang
Jabatan Gerejawi dan Baptisan

Jabatan Gerejawi
Jabatan dan fungsi. Di sini kita sepertinya melihat adanya dua tugas yang berbeda antara panggilan jabatan dengan fungsi. Hal ini menjadi sulit dimengerti karena setiap kita telah dididik dengan konsep struktur organisasi fersi sekuler sehingga setiap bagian menjadi terkunci di wilayahnya masing-masing. Tetapi, di dalam pemahaman Lutheran dengan beranjak dari Alkitab bahwa setidap pemanggilan dan penetapan Allah (Yohanes 15:16) kita adalah satu organisme yag mempunyai jabatan didalam fungsi yang satu. Ketika kita menjadi gembala (pemimpin gereja) kita diperlengkapi namun fungsi kita jauh lebih luas daripada wilayah jabatan itu sendiri. Paulus mengatakan bahwa Ia telah memberikan para pemimpin gerejawi untuk satu fungsi yakni untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus (Efesus 4: 11-12). Juga dijelaskan Paulus bahwa kita merupakan bagian dari tubuh di mana satu bagian tubuh tidak mungkin lepas dari semua bagian tubuh yang lain. Satu bagian merupakan keseluruhan daripada tubuh di mana ia adalah bagian tubuh dan sekaligus adalah tubuh (II Korintus 12:12).
Motif daripada seluruh panggilan jabatan adalah untuk membangun tubuh Kristus. Apakah jabatan merupakan sesuatu yang ditempelkan pada diri seseorang supaya mempunyai pengaruh yang lebih luas dan dapat menciptakan kesombongan bagi dirinya ataukah justru jabatan tersebut menuntut kualifikasi untuk mempertanggungjawabkan jabatan tersebut di hadapan Tuhan? Bahwa rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan pengajar adalah untuk memperlengkapi orang-orang kudus yang mana jabatan tersebut berkaitan dengan tugas gereja, guna kemudian setiap orang kudus (anggota jemaat) dapat “pergi” keluar yakni dunia di tempatnya gereja diutus baik di pemerintahan maupun sektor swasta. Dengan kata lain jabatan gerejawi memiliki tuntutan kualitas dan pengujian yang bertanggungjawab di hadapan Tuhan.
Berkaitan dengan jabatan gereja dengan macam-macam fungsi tetap memiliki fungsi utama dan terutama yakni untuk memperlengkapi umat. Semua jabatan gereja dengan fungsinya tidaklah bersifat sub ordinatif melainkan sebagai mitra sekerja dalam pelaksanaan penatalayanan gerejawi. Misalnya, pemberita Injil, tugas evangelis adalah tugas yang juga penting di dalam jabatan gerejawi. Karena kalau tidak ada penginjil memberitakan Injil maka tidak ada “domba” yang akan digembalakan. Seorang dapat memberitakan Injil dengan baik adalah karena ada orang-orang yang dipakai oleh Tuhan mengajar, memberi contoh, melakukan teladan dan memulai pekerjaan penginjilan. Tidak semua orang mempunyai talenta yang sedemikian hebat menjadi pemberita Injil karena secara jabatan ia harus mempunyai perlengkapan yang unik yaitu seperti Ia harus mempunyai pengertian theologis yang benar dan mampu memberikan pada jemaat prinsip-prinsip pemberita, mendorong dan memperlengkapi untuk boleh memberitakan Injil; Mereka harus mempunyai kemampuan komunikasi, bahasa dan budaya yang baik karena ketika memberitakan Injil kita harus berhadapan dengan orang yang mempunyai budaya, pemikiran tertentu dan ia harus mempunyai konsep yang mampu menangkap konsep orang yang berbicara dengannya serta kemampuan adaptasi yang baik dan kekuatan untuk berani menembus situasi. Ini bukan hal yang sederhana, pendidikan-pendidikan penginjilan yang melatih hamba Tuhan untuk tugas penginjilan, dan menjadi misionari yang masuk ke lintas budaya dan orang-orang yang mendorong penginjilan didalam gereja-gereja merupakan orang yang Tuhan panggil khusus sama dengan jabatan lainnya.
Setelah terdapat orang-orang yang bertobat maka terdapat dua jabatan yang berkaitan satu dengan yang lain karena seorang gembala bagaimanapun juga dia adalah seorang pengajar dan demikian pula sebaliknya. Tetapi bagaimanapun juga tugas ini tetap dapat dipisahkan karena terdapat intensitas yang sedikit berbeda. Dalam tugas seorang gembala lebih banyak ke bidang pastoral seperti konseling, memperhatikan kehidupannya umat sedangkan seorang pengajar lebih memperhatikan ke bidang akademis, pengertian konsep dan pengajaran teorinya. Sehingga disini antara gembala dan pengajar dikaitkan satu dengan yang lain dengan lebih baik dimana tugas antara gembala dan pengajar adalah memelihara dan mempertumbuhkan jemaat dan akhirnya mereka dapat dipakai Tuhan menjadi alat Tuhan dalam pekerjaan pelayanan pembangunan tubuh Kristus.
Selanjutnya, dimana posisi kita? Setiap kali Tuhan memberikan jabatan mari kita bertanya seberapa jauh kita bertanggung jawab untuk jabatan yang Tuhan sudah berikan dan bagaimana itu menjadi jabatan yang akhirnya dapat memperlengkapi pembangunan tubuh Kristus. Besar harapan kita bertobat dan mengerti apa yang Tuhan mau serta tahu seberapa luas fungsi yang Tuhan percayakan kepada kita adalah kunci untuk menjawab pemanggilan kita. Jika di dalam pengertian yang benar maka tidak seorangpun pejabat gerejawi yang akan sembarangan di dalam memegang jabatan dan tahu bagaimana memberikan satu pertanggungjawaban. Bagaimana fungsi menuntut satu pekerjaan bersama baru dengan demikian seluruh tubuh dibangun bersama, terkoordinasi dengan rapi dan setelah itu semua pekerjaan Tuhan dapat dibangun tanpa mengalami halangan. Seluruh sistem gerakan dapat terjadi karena kita tahu sistem organisme yang berjalam seperti Kristus kehendaki agar semua orang menerima dan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat (Visi HKI: Filipi 2:11). Mengenal dan menghidupi dengan berpegang kepada kebenaran di dalam kasih maka jabatan dan fungsi akan diwujudnyatakan dengan motivasi yang berorientasi pada kepentingan Tuhan bukan kemanusiaan kita dengan mengedepankan hati seorang hamba (lihat Lukas 17:10).

Baptisan
Pendapat Luther tentang air dalam baptisan bisa dipahami, sebab air dalam baptisan menandakan dua hal:
Air itu mempunyai sifat membersihkan kotoran dari badan, maka patut sekali untuk menandakan pembersihan dosa kita, sehingga yang najis menjadi suci karena dibersihkan oleh darah Tuhan Yesus Kristus.
Air memungkinkan segala sesuatu dapat hidup, baik tumbuh-tumbuhan maupun binatang ataupun manusia. Semua yang hidup pasti memerlukan air.
Demikian pula halnya dengan darah Tuhan Yesus Kristus, yang memungkinkan orang hidup kembali dari jeratan maut yang kekal. Hidup orang yang ke arah kematian itu berbalik ke arah kehidupan karena darah Kristus. Selain menjadi tanda, air itu juga menjadi meterai seperti sakramen lainnya. Jadi, sebagaimana air itu membersihkan badan, demikian pula kita dibersihkan oleh Kristus dari kenajisan dan diberi hidup yang baru oleh Kristus. Jadi, pertanyaan tentang baptis selam atau baptis tetes tidak perlu dipersoalkan, yang terpenting adalah air.
Untuk menjawab kritikan-kritikan dari gereja-gereja yang menolak baptisan anak-anak karena persoalan iman, gereja lutheran berpandangan bagaimanapun bayi-bayi tidak dapat dikatakan mempunyai iman bila iman dipahami sebagai suatu jawaban yang secara sadar, secara sengaja diberikan terhadapa janji-janji Allah. Namun harus dijelaskan bahwa ajaran Luther tentang pembenaran oleh iman tidak mengartikan bahwa seorang individu yang mempunyai iman dibenarkan dengan alasan itu. Hal ini berarti bahwa Allah secara penuh kemurahan, mengaruniakan iman sebagai suatu pemberian. Iman bukanlah sesuatu yang dapat kita capai tetapi sesuatu yang diberikan kepada kita secara penuh kemurahan. Dengan demikian baptisan tidak mempersyaratkan iman, tetapi baptisan menyebabkan iman. “Seorang anak kecil” menjadi seorang yang percaya, bila Kristus di dalam baptisan berbicara kepadanya melalui mulut dari orang yang membaptisnya karena itu adalah FirmanNya, perintahNya dan FirmanNya tidak dapat tidak pasti menghasilkan buah. Itulah sebabnya gereja-gereja Lutheran lebih menerapkan baptisan terhadap anak-anak.
Ketika Yesus dibaptis Yohanes Pembaptis di sungai Yordan, terdengarlah suara dari sorga mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan” (Mat. 3:13-17). Ucapan itu menunjukkan hakikat hubungan istimewa antara Yesus dengan Allah, sebagai orang yang dipilih secara khusus untuk membentuk umat Allah yang baru. Dengan kata lain, suara dari langit itu menunjukkan bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh menjadi Hamba Tuhan yang menderita dan yang menanggung dosa umatNya. Ia dibaptiskan bukan karena dosaNya sendiri, tetapi karena dosa manusia. Ketika Yesus minta dibaptis, hal itu menunjukkan bahwa Ia menyatakan diriNya solider kepada manusia yang berdosa. Jadi baptisan Yesus di sungai Yordan langsung menunjuk kepada kematianNya, yang menghasilkan pengampunan dosa bagi seluruh umat manusia (Yoh. 1:29). Demikian eratnya hubungan antara baptisan Yesus dengan kematianNya sehingga perkataan “baptisan” dipergunakan sebagai sebutan untuk penderitaan dan kematianNya (Mark. 10:38; Luk. 12:50).
Sebelum kedatangan Yesus Kristus, dalam kepercayaan bangsa Israel umat Israel diharuskan menyunatkan semua anak laki-lakinya setelah anak itu berumur 8 tahun. Tuhan memberikan peraturan demikian kepada bangsa Israel dengan maksud yang khusus yaitu menjadi tanda dan materai atau cap dari perjanjianNya dengan Israel sebagai umatNya (Kej. 17:10ff). Sunat itu menjadi cap atas kebenaran dari iman (Lih. Rm. 4:11). Dalam hal ini iman merupakan hal yang pokok. Iman terhadap Tuhan akan mendatangkan kebenaran yang tidak dapat dicapai oleh manusia berdosa. Manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari upayanya sendiri, melainkan dari Tuhan.
Dengan kedatangan dan hidup Yesus Kristus, segala sesuatu yang dimaksudkan dalam Perjanjian lama telah dipenuhi, sehingga hal itu juga memperbaharui perjanjian antara Allah dengan umatNya (Ibr. 7:22; 8:6-9). Sebagaimana halnya dalam Perjanjian Lama dimana sunat memasukkan orang ke dalam perjanjian kasih karunia Allah sehingga orang itu menjadi umat Allah, demikian juga baptisan dalam Perjanjian Baru. Baptisan memasukkan orang ke dalam perjanjian Allah yang telah diperbaharui dan dipenuhi oleh Kristus (Kol. 2:11-12).
Sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga, Ia memberi perintah kepada murid-muridNya: “Karena itu baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus…” (Mat. 28:19-20). Dari sini jelaslah bahwa baptisan bukan hasil penemuan manusia, melainkan penetapan Tuhan sendiri. Tuhan berkenan menghubungkan baptisan dengan kematian Tuhan Yesus, yang mendatangkan keselamatan, atau berkenan menghubungkannya dengan perjanjianNya yang telah diperbaharui di dalam Kristus. Oleh karena itu baptisan tidak boleh dipisahkan dari karya penyelamatan Kristus. Sebab Kristus adalah pemenuhan baptisan yang merupakan tanda karya penyelamatanNya, yang mendamaikan Allah dengan manusia.
Baptisan itu adalah pekerjaan yang kudus, sebab Tuhan Yesus sendirilah yang memerintahkannya serta di dalamnya terkandung janji Allah yaitu kasihNya (Mat. 28:19; Mrk. 16:16; Kis. 2:38). Baptisan menjadikan orang Kristen partisipan dari rahasia kematian dan kebangkitan Kristus, mencakup pengakuan dosa dan pertobatan hati. Baptisan itu mempersatukan setiap orang yang percaya kepada Tuhan. Baptisan merupakan peristiwa agung di mana kita diikutsertakan dalam kematian Yesus Kristus dan ikut mengalami kebangkitan di dalam kebangkitan Yesus Kristus (Rm. 6:3-4). Dibaptiskan berarti mendapat bagian dalam hidup, kematian dan kebangkitan Kristus. Baptisan menandai dan memateraikan bahwa orang yang sudah dibaptis telah mati dalam dosa bersama dengan kematian Kristus. Dengan kematian dan kebangkitan Kristus orang Kristen telah dibenamkan dan dibebaskan dari dosa. Di dalam kematian itu dosa manusia dikubur, dimana Adam yang lama disalibkan bersama Kristus dan kuasa dosa serta kuasa maut dipatahkan sehingga hilang kuasanya. Dengan demikian orang-orang yang sudah dibaptis tidak lagi hamba-hamba dosa tetapi menjadi manusia yang bebas dengan kuasa Kristus yang membebaskan segala kuk.
Mengenai baptisan anak, yang penting dalam pelaksanaannya adalah iman orangtua yang mewakilinya. Gereja yang membaptis anak haruslah memberi perhatian penuh terhadap katekisasi bagi orangtua sebelum baptisan. Tugas orangtua adalah memelihara si anak dengan baik untuk mempersiapkannya mengambil keputusan dalam peneguhan.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dalam Pandangan Martin Luther, Allah sendirilah yang menjadi dasar dan pelaksana utama dalam Baptisan, bukan manusia. Oleh karena itu, tidak menjadi persoalan tentang siapa orang yang dibaptis, apakah orang dewasa atau anak-anak; sebab jika baptisan tersebut dilaksanakan di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, maka sakramen tersebut adalah sah. Seorang yang menerima baptisan berarti telah ikut dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Dengan demikian, baptisan menurut Luther membawa kesukaan yang kekal. Akan tetapi, bukan berarti manusia hanya tinggal diam saja; melainkan mesti menunjukkan kuasa baptisan tersebut dalam hidup sehari-hari. Syarat utama merasakan kuasa baptisan adalah iman. Melalui iman, orang yang dibaptis akan insaf akan kehendak Allah, sehingga baptisan itu akan selalu disempurankan sampai akhir hayat.





share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 03:31 and have 0 komentar

No comments:

Post a Comment