Baptisan Menurut Martin Luther

Baptisan Menurut Martin Luther



Baptisan Menurut Martin Luther




I. Pendahuluan

Sebagai perwujudan kemurahan Allah bagi manusia, baptisan merupakan bagian dari ajaran Kristen yang sangat penting dalam memahami penerimaan keampunan dosa, kelahiran kedua kali dan memperoleh kebahagiaan kekal. Namun dalam prakteknya, masih banyak orang Kristen yang tidak mengerti apa yang sesungguhnya tujuan melaksanakan baptisan itu dengan membawa anak-anak mereka untuk menerima baptisan tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan seputar arti baptisan, siapa yang boleh menerima baptisan, dll. sudah pernah dijawab oleh Martin Luther, reformator gereja. Sehingga makalah ini akan menyajikan sebagian dari pendapat Luther tersebut. Meskipun tidak semua topik tentang baptisan dalam kacamata Luther dibahas, akan tetapi dasar dan ajarannya tentang baptisan secara umum, itulah yang menjadi pemaparan utama dalam makalah ini.

II. Terminologi

Istilah baptisan berasal dari bahasa Yunani yaitu “βαπτισμα” (kata benda bentuk nominatif tunggal neuter) yang dapat diartikan dengan kata “baptisan”. Secara etimologi kata ini berasal dari kata dasar “βαπτω” yang mempunyai arti dasarnya ialah saya mewarnai, dan kemudian artinya berkembang menjadi saya membasahi, saya membenamkan. Kata ini juga dapat diartikan dengan saya mencelupkan, membersihkan atau memurnikan melalui pembasuhan.[1]

Pengertian “βαπτώ” yang sering dipakai dalam kekristenan sekarang ini ialah berarti membaptiskan. Sedangkan bentuk infinitip dari kata “βαπτω” ialah kata “βαπτιζειν” yang berarti kata yang menyuruh untuk membaptiskan (baptislah). Kata “βαπτιζειν” ini menandakan tindakan luar yang kemudian menjadi syarat untuk usaha dari baptisan yang didasarkan pada Kristus.[2] Demikian juga kata “βαπτιζω” (future orang pertama tunggal, aktif) sering dipakai dalam kultur pemandian Yahudi (bnd. Mrk. 7:41 dan Luk. 11:38).[3] Sedangkan Yesus memakai kata “βαπτιζοντες” (Nominatif jamak maskulin, partisip present aktip) untuk menyuruh murid-muridNya membaptis di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus (bnd. Mat. 28:19).

Kata “βαπτισμα” ini bukan hanya sekedar pencelupan ke dalam air belaka, namun melalui perantaraan air tersebut maka makna kata baptisan itu telah berubah, misalnya dalam Roma 6:4 kata dibaptiskan telah berubah makna menjadi dikuburkan dan dibangkitkan bersama Kristus. Sedangkan dari Efesus 4:5, kata “βαπτισμα” maknanya menjadi untuk membentuk arti kata yang menunjuk kepada satu kesatuan jemaat. Arti kata “βαπτισμα” juga bukan hanya menunjuk kepada tindakan/reaksi dalam bentuk dari luar tetapi mencakup tindakan dalam bentuk dari dalam. Tindakan dalam bentuk dari luar ialah dengan adanya penyucian melalui pembaptisan dengan air, sedangkan tindakan dalam bentuk dari dalam ialah dengan adanya pertobatan dan penyucian hati.

III. Baptisan Menurut Martin Luther

3.1 Dasar dan tujuan Baptisan

Menurut Luther, baptisan bukanlah hasil pikiran manusia, melainkan wahyu dan pemberian Allah.[4] Baptisan tidak bisa dianggap sepele, melainkan harus dipandang sebagai sesuatu yang terbaik dan luhur. Meskipun baptisan merupakan hal lahiriah, namun yang jelas firman dan perintah Allah menetapkannya dan meneguhkannya. Lebih-lebih baptisan itu dilakukan di dalam namaNya. Luther mendirikan pendapatnya di atas nats ini:

“Pergilah …….dan baptislah….di dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus…” (Mat. 28:19-20).

Dibaptis dalam nama Allah bukanlah dibaptis oleh manusia, melainkan oleh Allah sendiri. Karena itu, walaupun manusia yang melakukannya, baptisan itu benar-benar perbuatan Allah sekaligus.[5] Artinya, jika pun seorang imam atau pendeta melayani sakramen baptisan kudus, sebenarnya Allah sendirilah pelaku utama dalam sakramen tersebut, bukan si pendeta.

Luther berpendapat bahwa baptisan bukanlah air biasa saja, melainkan air yang terkandung dalam firman dan perintah Allah serta dikuduskan oleh-Nya.[6] Dengan demikian baptisan tidak lain daripada Allah sendiri; bukan karena air itu lebih istimewa dari segala jenis air yang lain, tetapi karena firman dan perintah Allah yang menyertainya. Jadi, baptisan berbeda dengan air yang lain, bukan karena apa adanya, melainkan karena sesuatu yang lebih mulia menyertainya. Allah sendiri menaruh kemuliaanNya atasNya dan mengalirkan kuasa kuasa dan kekuatan ke dalamnya. Baptisan adalah suatu firman surgawi yang kudus, pujian apapun tidak cukup untuk memuliakannya, karena seluruh kuasa dan kemampuan Allah ada di dalamnya.[7]

Oleh sebab itu, firman dan air jangan sekali-kali dibiarkan terpisah satu sama lain dengan cara apapun. Sebab jika terpisah, maka air tersebut tidak ada bedanya dengan air yang digunakan pelayan memasak, dan hanya dapat disebut sebagai baptisan pelayan kamar mandi. Tetapi, apabila disertai dengan firman Allah, maka baptisan itu adalah suatu sakramen dan disebut Baptisan Kristus. Dengan demikian yang pertama ditekankan ialah hakikat dan pentingnya sakramen kudus ini.

“Siapa yang percaya dan dibaptis akan memiliki kesukaan yang kekal” (Mat. 16:16).

Inilah dasar biblis yang dikemukakan oleh Luther dalam mengkaji tujuan dan dampak baptisan. Dia meringkaskan bahwa kuasa, pengaruh, manfaat buah dan tujuan baptisan adalah agar orang-orang memiliki kesukaan kekal. Kesukaan kekal artinya dibebaskan dari dosa, maut dan iblis, masuk ke dalam kerajaan Kristus dan hidup bersama Dia selama-lamanya.[8] Sehingga Luther mengatakan bahwa air yang digunakan dalam baptisan merupakan air ilahi yang memperoleh kuasa menjadi “kelahiran kembali”, seperti yang disebutkan Paulus dalam Titus 3:5. Dengan demikian, siapa saja yang menolak baptisan, itu berarti dia menolak kesukaan kekal.[9] Oleh karena manfaat baptisan disebutkan dan dijanjikan dalam kata-kata yang menyertai air itu, maka manfaat itu tidak dapat kita terima bila kita tidak mempercayainya.[10]

Menurut Luther, tidak ada mutiara yang lebih berharga daripada baptisan. Menurutnya, pemberian-pemberian dalam baptisan begitu banyak dan tak ternilai harganya, antara lain kemenangan atas maut dan iblis, pengampunan dosa, kemurahan Allah, Kristus seutuhnya dan Roh Kudus dengan pemberian-pemberian-Nya.[11] Seseorang yang dibaptis menerima janji akan berbahagia selama-lamanya. Itulah dampak yang dihasilkan oleh perpaduan air dan Firman dalam baptisan, yakni bahwa tubuh dan jiwa memperoleh kesukaan: Firman yang menjadi pegangan jiwa sekaligus akan memberi kesukaan bagi tubuh.[12]

Luther kemudian menghubungkan asumsinya dengan Roma 6, yang berbicara seputar topik kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Menurut Luther, baptisan sebagai sakramen yang kudus telah mengikutsertakan kita di dalam kematian dan kebangkitan Yesus.[13]

3.2 Baptisan Anak-anak

Sah tidaknya baptisan tidak tergantung pada orang yang dibaptis, demikialah asumsi Luther menanggapi pertanyaan orang-orang tentang baptisan kepada anak. Menurutnya, baptisan bergantung pada Firman yang menyatu dengan air. Siapapun yang dibaptis, Allah berkenan atas baptisan tersebut, sebab memang Allah sendirilah yang menjadi aksiom baptisan.[14] Seperti telah dibahas sebelumnya, Luther mengatakan bahwa baptisan adalah kehendak Allah, bukan kehendak manusia.[15] Oleh sebab itu, baik anak-anak ataupun orang dewasa, jika baptisan itu atas nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, maka baptisan itu adalah sah adanya.[16]

Bukti lain yang dikemukakan oleh Luther sehubungan dengan baptisan anak adalah mengenai orang-orang Kudus. Dia mengatakan bahwa bapa-bapa gereja seperti Santo Bernard, Gerson, Yohanes Hus menerima baptisan ketika mereka masih anak-anak. Jika baptisan mereka tidak berkenan di hati Allah, maka tentu saja Roh Kudus tidak akan bernaung di dalam diri mereka. Dan lagi katanya, banyak orang-orang yang menerima baptisan anak menunjukkan bahwa Roh Kudus berkarya di dalam diri mereka. Jadi, sekalipun anak-anak belum percaya, baptisan mereka tetap sah, dan tak seorangpun bisa membaptis mereka kembali. Kita membawa anak untuk dibaptis bukan karena anak itu memiliki iman, melainkan karena Allah yang menghendakinya.[17]

3.3 Manusia Lama Sudah Mati, Manusia Baru Hidup Kembali

Bagi Luther, baptisan yang ideal adalah baptisan dengan cara dicelupak ke dalam air. Ketika dicelupkan ke dalam air, air itu melingkupi diri orang yang dibaptis dan kemudian ditarik lagi keluar; berarti mematikan Adam yang Lama dan membangkitkan manusia baru.[18] Luther mengatakan bahwa hal ini harus terjadi terus-menerus sepanjang hidup. Dengan demikian, kehidupan orang Kristen tidak lain daripada baptisan setiap hari.

Sekali baptisan itu dimulai, maka kita terus-menerus berada di dalamnya. Sebab kita tidak pernah berhenti membersihkan apa-apa yang berasal dari Adam lama; dan apa saja yang termasuk manusia baru harus terus menerus muncul. Yang dimaksud oleh Luther dengan manusia lama adalah apa yang dilahirkan dalam diri kita dari Adam, yakni: amarah, cemar, iri hati, mesum, tamak, malas dan tinggi hati. Oleh karena itu, manakalah kita masuk ke dalam kerajaan Kristus, semua ini mesti makin berkurang dari hari ke hari, sehingga makin hari kita makin lembut, sabar dan rendah hati, serta membuang ketamakan, kebencian, iri hati dan kesombongan. Di mana ada iman beserta buah-buahnya, di sana baptisan bukan merupakan lambang yang samar-samar saja, melainkan benar-benar nyata pengaruhnya. Sebaliknya, tanpa iman baptisan itu hanyalah tanda belaka, tanpa pengaruh apapun.[19]

3.4 Kuasa Baptisan Terus Ada

Luther berpendapat bahwa dalam baptisan kita diberi anugerah, Roh dan kekuatan untuk menekan manusia lama, sehingga manusia baru dapat muncul dan bertumbuh kuat. Dengan demikian baptisan akan terus-menerus ada.[20] Kalau kita jatuh dan berbuat dosa, pintu kepada baptisan selalu terbuka, sehingga kita dapat mengatasi lagi manusia lama. Bahkan dia mengatakan bahwa sekalipun kita mencelupkan diri ke dalam air beratus kali, yang ada hanyalah satu baptisan saja; tetapi pengaruh dari baptisan itu tetap ada dan berlaku. Karena itu, ia menganjurkan agar semua orang memandang baptisan sebagai pakaian sehari-hari, yang harus dikenakan senantiasa. Sebagaimana dosa kita telah diampuni, demikian juga pintu pertobatan selalu terbuka bagi setiap orang yang telah menerima baptisan, sepanjang ia mau kembali kepada Kristus.[21]

IV. Analisa

Pendapat Luther tentang air dalam baptisan bisa dipahami, sebab air dalam baptisan menandakan dua hal:

1. Air itu mempunyai sifat membersihkan kotoran dari badan, maka patut sekali untuk menandakan pembersihan dosa kita, sehingga yang najis menjadi suci karena dibersihkan oleh darah Tuhan Yesus Kristus.

2. Air memungkinkan segala sesuatu dapat hidup, baik tumbuh-tumbuhan maupun binatang ataupun manusia. Semua yang hidup pasti memerlukan air.[22]

Demikian pula halnya dengan darah Tuhan Yesus Kristus, yang memungkinkan orang hidup kembali dari jeratan maut yang kekal. Hidup orang yang ke arah kematian itu berbalik ke arah kehidupan karena darah Kristus.[23] Selain menjadi tanda, air itu juga menjadi meterai seperti sakramen lainnya. Jadi, sebagaimana air itu membersihkan badan, demikian pula kita dibersihkan oleh Kristus dari kenajisan dan diberi hidup yang baru oleh Kristus. Jadi, pertanyaan tentang baptis selam atau baptis tetes tidak perlu dipersoalkan, yang terpenting adalah air.[24]

Untuk menjawab kritikan-kritikan dari gereja-gereja yang menolak baptisan anak-anak karena persoalan iman, gereja lutheran berpandangan bagaimanapun bayi-bayi tidak dapat dikatakan mempunyai iman bila iman dipahami sebagai suatu jawaban yang secara sadar, secara sengaja diberikan terhadapa janji-janji Allah. Namun harus dijelaskan bahwa ajaran Luther tentang pembenaran oleh iman tidak mengartikan bahwa seorang individu yang mempunyai iman dibenarkan dengan alasan itu. Hal ini berarti bahwa Allah secara penuh kemurahan, mengaruniakan iman sebagai suatu pemberian. Iman bukanlah sesuatu yang dapat kita capai tetapi sesuatu yang diberikan kepada kita secara penuh kemurahan. Dengan demikian baptisan tidak mempersyaratkan iman, tetapi baptisan menyebabkan iman. “seorang anak kecil” menjadi seorang yang percaya, bila Kristus di dalam baptisan berbicara kepadanya melalui mulut dari orang yang membaptisnya karena itu adalah FirmanNya, perintahNya dan FirmanNya tidak dapat tidak pasti menghasilkan buah[25]. Itulah sebabnya gereja-gereja Lutheran lebih menerapkan baptisan terhadap anak-anak.

Ketika Yesus dibaptis Yohanes Pembaptis di sungai Yordan, terdengarlah suara dari sorga mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan” (Mat. 3:13-17). Ucapan itu menunjukkan hakikat hubungan istimewa antara Yesus dengan Allah, sebagai orang yang dipilih secara khusus untuk membentuk umat Allah yang baru. Dengan kata lain, suara dari langit itu menunjukkan bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh menjadi Hamba Tuhan yang menderita dan yang menanggung dosa umatNya. Ia dibaptiskan bukan karena dosaNya sendiri, tetapi karena dosa manusia. Ketika Yesus minta dibaptis, hal itu menunjukkan bahwa Ia menyatakan diriNya solider kepada manusia yang berdosa. Jadi baptisan Yesus di sungai Yordan langsung menunjuk kepada kematianNya, yang menghasilkan pengampunan dosa bagi seluruh umat manusia (Yoh. 1:29). Demikian eratnya hubungan antara baptisan Yesus dengan kematianNya sehingga perkataan “baptisan” dipergunakan sebagai sebutan untuk penderitaan dan kematianNya (Mark. 10:38; Luk. 12:50).[26]

Sebelum kedatangan Yesus Kristus, dalam kepercayaan bangsa Israel umat Israel diharuskan menyunatkan semua anak laki-lakinya setelah anak itu berumur 8 tahun. Tuhan memberikan peraturan demikian kepada bangsa Israel dengan maksud yang khusus yaitu menjadi tanda dan materai atau cap dari perjanjianNya dengan Israel sebagai umatNya (Kej. 17:10ff). Sunat itu menjadi cap atas kebenaran dari iman (Lih. Rm. 4:11). Dalam hal ini iman merupakan hal yang pokok. Iman terhadap Tuhan akan mendatangkan kebenaran yang tidak dapat dicapai oleh manusia berdosa. Manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari upayanya sendiri, melainkan dari Tuhan.

Dengan kedatangan dan hidup Yesus Kristus, segala sesuatu yang dimaksudkan dalam Perjanjian lama telah dipenuhi, sehingga hal itu juga memperbaharui perjanjian antara Allah dengan umatNya (Ibr. 7:22; 8:6-9). Sebagaimana halnya dalam Perjanjian Lama dimana sunat memasukkan orang ke dalam perjanjian kasih karunia Allah sehingga orang itu menjadi umat Allah, demikian juga baptisan dalam Perjanjian Baru. Baptisan memasukkan orang ke dalam perjanjian Allah yang telah diperbaharui dan dipenuhi oleh Kristus (Kol. 2:11-12).[27]

Sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga, Ia memberi perintah kepada murid-muridNya: “Karena itu … baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, …” (Mat. 28:19-20). Dari sini jelaslah bahwa baptisan bukan hasil penemuan manusia, melainkan penetapan Tuhan sendiri. Tuhan berkenan menghubungkan baptisan dengan kematian Tuhan Yesus, yang mendatangkan keselamatan, atau berkenan menghubungkannya dengan perjanjianNya yang telah diperbaharui di dalam Kristus. Oleh karena itu baptisan tidak boleh dipisahkan dari karya penyelamatan Kristus. Sebab Kristus adalah pemenuhan baptisan yang merupakan tanda karya penyelamatanNya, yang mendamaikan Allah dengan manusia.[28]

Baptisan itu adalah pekerjaan yang kudus, sebab Tuhan Yesus sendirilah yang memerintahkannya serta di dalamnya terkandung janji Allah yaitu kasihNya (Mat. 28:19; Mrk. 16:16; Kis. 2:38). Baptisan menjadikan orang Kristen partisipan dari rahasia kematian dan kebangkitan Kristus, mencakup pengakuan dosa dan pertobatan hati. Baptisan itu mempersatukan setiap orang yang percaya kepada Tuhan.

Baptisan merupakan peristiwa agung di mana kita diikutsertakan dalam kematian Yesus Kristus dan ikut mengalami kebangkitan di dalam kebangkitan Yesus Kristus (Rm. 6:3-4). Dibaptiskan berarti mendapat bagian dalam hidup, kematian dan kebangkitan Kristus. Baptisan menandai dan memateraikan bahwa orang yang sudah dibaptis telah mati dalam dosa bersama dengan kematian Kristus. [29]Dengan kematian dan kebangkitan Kristus orang Kristen telah dibenamkan dan dibebaskan dari dosa.[30] Di dalam kematian itu dosa manusia dikubur, dimana Adam yang lama disalibkan bersama Kristus dan kuasa dosa serta kuasa maut dipatahkan sehingga hilang kuasanya. Dengan demikian orang-orang yang sudah dibaptis tidak lagi hamba-hamba dosa tetapi menjadi manusia yang bebas dengan kuasa Kristus yang membebaskan segala kuk.

Mengenai baptisan anak, yang penting dalam pelaksanaannya adalah iman orangtua yang mewakilinya. Gereja yang membaptis anak haruslah memberi perhatian penuh terhadap katekisasi bagi orangtua sebelum baptisan. Tugas orangtua adalah memelihara si anak dengan baik untuk mempersiapkannya mengambil keputusan dalam peneguhan.[31]

V. Kesimpulan

Dalam Pandangan Martin Luther, Allah sendirilah yang menjadi dasar dan pelaksana utama dalam Baptisan, bukan manusia. Oleh karena itu, tidak menjadi persoalan tentang siapa orang yang dibaptis, apakah orang dewasa atau anak-anak; sebab jika baptisan tersebut dilaksanakan di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, maka sakramen tersebut adalah sah.

Seorang yang menerima baptisan berarti telah ikut dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Dengan demikian, baptisan menurut Luther membawa kesukaan yang kekal. Akan tetapi, bukan berarti manusia hanya tinggal diam saja; melainkan mesti menunjukkan kuasa baptisan tersebut dalam hidup sehari-hari. Syarat utama merasakan kuasa baptisan adalah iman. Melalui iman, orang yang dibaptis akan insaf akan kehendak Allah, sehingga baptisan itu akan selalu disempurankan sampai akhir hayat.


share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 04:43 and have 0 komentar

No comments:

Post a Comment