Istilah Jambar
Dalam Adat Batak
JAMBAR adalah istilah yang sangat khas Batak. Kata jambar menunjuk kepada hak
atau bagian yang ditentukan bagi seseorang (sekelompok orang). Kultur Batak
menyebutkan ada 3(tiga) jenis jambar. Yaitu: hak untuk mendapat bagian atas
hewan sembelihan (jambar juhut), hak untuk berbicara (jambar hata) dan hak untuk
mendapat peran atau tugas dalam pekerjaan publik atau komunitas (jambar ulaon).
Tiap-tiap orang Batak atau kelompok dalam masyarakat Batak (hula-hula, dongan sabutuha, boru, dongan sahuta dll) sangat menghayati dirinya sebagai parjambar. Yaitu: orang yang memiliki sedikit-dikitnya 3(tiga) hak: bicara, hak mendapat bagian atas hewan yang disembelih dalam acara komunitas, dan hak berperan dalam pekerjaan publik atau pesta komunitas. Begitu pentingnya penghayatan akan jambar itu, sehingga bila ada orang Batak yang tidak mendapatkan atau merasa disepelekan soal jambarnya maka dia bisa marah besar.
JAMBAR HATA
Tiap-tiap orang Batak atau kelompok dalam masyarakat Batak (hula-hula, dongan sabutuha, boru, dongan sahuta dll) sangat menghayati dirinya sebagai parjambar. Yaitu: orang yang memiliki sedikit-dikitnya 3(tiga) hak: bicara, hak mendapat bagian atas hewan yang disembelih dalam acara komunitas, dan hak berperan dalam pekerjaan publik atau pesta komunitas. Begitu pentingnya penghayatan akan jambar itu, sehingga bila ada orang Batak yang tidak mendapatkan atau merasa disepelekan soal jambarnya maka dia bisa marah besar.
JAMBAR HATA
Pertama-tama
tiap-tiap orang dalam komunitas Batak (kecuali anak-anak dan orang lanjut usia
yang sudah pensiun dari adat/ naung manjalo sulang-sulang hariapan) diakui
memiliki hak bicara (jambar hata). Sebab itu dalam tiap even pertemuan
komunitas Batak tiap-tiap orang dan tiap-tiap kelompok/ horong harus diberikan
kesempatan bicara (mandok hata) di depan publik. Jika karena alokasi waktu
jambar hata harus direpresentasikan melalui kelompok/ horong (hula-hula, dongan
tubu, boru dll) maka orang yang ditunjuk itu pun harus berbicara atas nama
kelompok/ horong
yang diwakilinya. Sebagai simbol dia harus memanggil anggota kelompoknya berdiri bersama-sama dengannya. Sekilas mungkin orang luar mengatakan bahwa acara mandok hata ini sangat bertele-tele dan tidak efisien.
yang diwakilinya. Sebagai simbol dia harus memanggil anggota kelompoknya berdiri bersama-sama dengannya. Sekilas mungkin orang luar mengatakan bahwa acara mandok hata ini sangat bertele-tele dan tidak efisien.
Namun pada
hakikatnya jambar hata ini menunjuk kepada pengakuan bahwa tiap-tiap orang
memiliki hak untuk mengeluarkan pendapatnya (baca: hak untuk didengarkan) di
depan publik. Bukankah hal-hal ini sangat demokratis dan moderen?
JAMBAR JUHUT
Selanjutnya
jambar juhut menunjuk kepada pengakuan akan hak tiap-tiap orang untuk mendapat
bagian dari hewan sembelihan dalam pesta. Lebih jauh. jambar juhut ini
merupakan simbol bahwa tiap-tiap orang berhak mendapat bagian dari
sumber-sumber daya (resources) kehidupan atau berkat yang diberikan Tuhan.
Sebab itu bukan potongan daging (atau tulang) itu yang terpenting tetapi
pengakuan akan keberadaan dan hak tiap-tiap orang. Sebab itu kita lihat dalam
even pertemuan Batak bukan hanya hasil pembagian hewan itu yang penting tetapi
terutama proses membagi-baginya. (acara mambagi jambar). Sebab proses pembagian
jambar itu pun harus dilakukan secara terbuka (transparan) dan melalui
perundingan dan kesepakatan dari semua pihak yang hadir, dan tidak boleh
langsung di-fait accompli oleh tuan rumah atau seseorang tokoh. Jolo sineat
hata asa sineat raut. Setiap kali potongan daging atau juhut diserahkan kepada
yang berhak maka protokol (parhata) harus mempublikasikan (manggorahon) di
depan publik. Selanjutnya setiap kali seseorang menerima jambar maka ia harus
kembali mempublikasikannya lagi kepada masing-masing anggotanya bahwa jambar
(hak) sudah mereka terima.
Jambar juhut
ini menunjuk kepada gaya hidup berbagi (sharing) yang sangat relevan dengan
kehidupan modernitas (demokrasi) dan kekristenan. Sumber daya kehidupan atau
berkat Tuhan tidak boleh dinikmati sendirian tetapi harus dibagi-bagikan secara
adil dalam suatu proses dialog yang sangat transparan.
Inilah salah
kontribusi komunitas Batak kepada masyarakat dan negara Indonesia. Bahwa hasil
pembangunan dan devisa Indonesia seyogianya harus bisa juga dibayangkan sebagai
ternak sembelihan yang semestinya dibagi-bagi kepada seluruh rakyat secara adil
dan transparan.
JAMBAR ULAON
JAMBAR ULAON
Jambar ulaon
menunjuk kepada pengakuan kultur Batak bahwa tiap-tiap orang harus
diikutsertakan dan dilibatkan dalam pekerjaan publik. Dalam even pertemuan
komunitas Batak tidak ada penonton pasif, sebab semua orang adalah peserta
aktif. Tiap-tiap orang adalah partisipan (parsidohot) dan pejabat (partohonan).
Dari kedalaman jiwanya orang Batak sangat rindu diikutsertakan dan dilibatkan
dalam pekerjaan publik atau komunitas.
Pada dasarnya orang
Batak rindu memiliki peran dan kedudukan dalam komunitas dan masyarakatnya
(termasuk gerejanya). Jika ia tidak memiliki peran dan kedudukan itu, maka
kemungkinan yang terjadi cuma dua: si orang Batak ini akan pergi menjauh atau
“menimbulkan keonaran”. Sebaliknya jika dia disertakan atau dilibatkan, sebagai
parsidohot dan parjambar dan partohonan maka dia akan berusaha memikul dan
menanggung pekerjaan itu sebaik-baiknya dan dengan sekuat tenaganya (termasuk
berkorban materi). Mengapa laki-laki Batak begitu rajin dan betah di pesta
adat? Sebab di sana mereka memiliki peran dan kedudukan!
JAMBAR DAN NASIB
Namun komunitas
Kristen-Batak sekarang tetap harus mewaspadai seandainya masih ada sisa-sisa
kaitan jambar dengan pemahaman nasib (sibaran, bagian, turpuk). Kekristenan
jelas-jelas menolak konsepsi tentang nasib (predestinasi), yaitu anggapan bahwa
kehidupan, kinerja dan prestasi seseorang sudah ditentukan sebelumnya jauh
sebelum dia lahir. Kematian Yesus di kayu salib dan kebangkitanNya kembali dari
antara orang mati telah menghapuskan nasib ini. Yang lama telah berlalu sebab
yang baru telah tiba (II Kor 5:17). Bagi orang percaya tidak ada yang mustahil
sebab itu tidak ada juga nasib ( Luk 1:37, Kej 18:1 ). Tuhan tidak pernah
merencanakan kecelakaan tetapi masa depan yang penuh pengharapan bagi kita (Yer
29:30). Sebab itu bagi kita komunitas Kristen-Batak jambar tidak boleh
diartikan sebagai nasib. Itu artinya pemahaman tentang jambar harus didasarkan
kepada Firman Tuhan.
Bagi kita
komunitas Kristen-Batak jambar memiliki makna baru: yaitu simbol hidup berbagi
yang diteladankan oleh Yesus. Yaitu sebagaimana Yesus telah rela mati di kayu
salib memecah-mecah tubuhNya dan mencurahkan darahNya untuk kehidupan dan
kebaikan semua orang, maka kita juga harus selalu membagi-bagi sumber daya
kehidupan atau berkat yang kita terima kepada sesama. Dalam kehidupan
sehari-hari kita mau menyatakan bahwa sumber-sumber daya ekonomi, sosial dan
politik serta budaya yang ada di masyarakat dan negara harus dibagi-bagi dan didistribusikan
secara adil dan merata, dengan semangat solidaritas (kesetiakawanan).
PERSATUAN DAN KEADILAN
Budaya Jambar
adalah simbol PERSATUAN dan KEADILAN sekaligus. Dengan memberikan kepada
tiap-tiap orang dan kelompok apa yang menjadi hak-haknya (hak bicara, hak
mendapat bagian dalam sumber daya, dan hak berperan) keadilan diwujudkan dan
persatuan diteguhkan pada saat yang sama. Persatuan tanpa keadilan adalah
penindasan. Keadilan tanpa persatuan adalah permusuhan. Sebab itu: Persatuan
Indonesia pun harus dimengerti dan dihayati dalam rangka Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
TEOLOGI JAMBAR DALAM GEREJA
TEOLOGI JAMBAR DALAM GEREJA
Sebagai gereja
yang anggotanya sebagian besar atau hampir semua berlatar-belakang Batak, HKBP
mau tak mau harus menyadari kultur parjambaran ini. Bahwa pada dasarnya
tiap-tiap anggota HKBP harus memiliki hak bicara (jambar hata), hak menikmati
berkat (jambar juhut) dan hak berperan (jambar ulaon). Bagaimanakah kita
mengakomodir kultur jambar ini ini dalam liturgi, persekutuan, pelayanan,
organisasi dan seluruh ekspressi beribadah dan berjemaat HKBP kita?
Sebagai orang yang menghayati kultur Batak, seyogianya kita sadar bahwa warga (ruas) HKBP sangat merindukan dan mengharapkan diterima dan diakui sebagai parsidohot (perserta), parjambar, partohap (pemegang hak), parnampuna (pemilik) dan panean (pewaris) di gereja HKBP. Anggota HKBP dari kedalaman jiwanya tidak suka hanya sekedar jadi penonton atau pendengar pasif. Mereka ingin berperan dan terlibat dalam seluruh kehidupan ber-HKBP.
Sebagai orang yang menghayati kultur Batak, seyogianya kita sadar bahwa warga (ruas) HKBP sangat merindukan dan mengharapkan diterima dan diakui sebagai parsidohot (perserta), parjambar, partohap (pemegang hak), parnampuna (pemilik) dan panean (pewaris) di gereja HKBP. Anggota HKBP dari kedalaman jiwanya tidak suka hanya sekedar jadi penonton atau pendengar pasif. Mereka ingin berperan dan terlibat dalam seluruh kehidupan ber-HKBP.
Banyak contoh
menyebutkan jika anggota HKBP diberi peran maka dia akan melaksanakan peran itu
sebaik-baiknya. Jika perannya dalam ibadah hanyalah bernyanyi tentu saja dia
cuma membawa Buku Ende ke gereja. Sebaliknya jika perannya termasuk membaca
Alkitab, maka dia tentu akan membawa Alkitab juga ke gereja. Selanjutnya jika
anggota jemaat diberi peran untuk melayani maka dia akan membawa segala hal
yang diperlukan untuk pelayanan itu dan akan bersukacita tinggal dan bertahan
dalam HKBP. Pertanyaan: ingin anggota HKBP tidak lari ke tempat lain?
APA KATA ALKITAB?
APA KATA ALKITAB?
Apa kata
Alkitab tentang jambar? Yesus mendesak Petrus agar menerima Tuhan membasuh
kakinya supaya dia mendapat bagian (partohap) dalam Kristus (Yoh 13:8).
Selanjutnya Yesus memuji Maria karena telah memilih bagian atau jambar atau
tohap na umuli (Luk 10:42). Rasul Paulus mengatakan karena kematian Yesus di
kayu salib kita mendapat bagian atau parjambar dalam kerajaan Allah dan semua
janjiNya. (Ef 2:12, lihat juga Ef 1:11). Kita orang percaya adalah partohap
dalam kasih karunia Allah (Flp 1:7). Selanjutnya penulis Ibrani mengatakan “ai
nunga gabe partohap di Kristus hita, anggo gomos tatiop ro di ujungna pos ni
roha, na di hita mulana” (Heb 3:14). Bahkan kita juga telah menjadi parjambar
atau partohap dalam Roh Kudus (Heb/ Ibr 6:4). Rasul Petrus juga menyatakan
bahwa kita orang beriman juga mendapat bagian (partohap) dalam kemuliaan
Kristus di masa mendatang (I Pet 5:1).
Karena itulah
sang pemazmur mengatakan “parjambarongku do Ho, ale Jahowa, nunga pola hudok,
sai radotanku do HataMi” (Maz/ Psalm 119:57, lih. 73:26). “Jahowa do
parjambarangku, ninna tondingku, dibaheni marhaposan tu Ibana ma ahu” (Andung
3:24)
Posted by 08:16 and have
0
komentar
, Published at
No comments:
Post a Comment