MENGHAKIMI ORANG-ORANG SESAT DAN PELAKU DOSA
Ketika
mempelajari firman Allah dengan serius dan teliti, maka bisa menemukan berbagai
kejadian dimana Alkitab mencatat para hamba Tuhan menghakimi orang-orang sesat
dan pelaku dosa. Kejadian seperti ini bukan hanya terjadi di Perjanjian Baru
tetapi juga di Perjanjian Lama. Hal ini menunjukkan bahwa “menghakimi”
merupakan suatu tugas yang tidak bisa terpisahkan dari komunitas umat Allah.
Dalam
Pelayanan Yohanes Pembaptis
Salah
satu contoh yang menonjol dalam Perjanjian Baru adalah pelayanan Yohanes
Pembaptis. Coba perhatikan perkataan Yohanes Pembaptis ini, “Tetapi waktu ia
melihat banyak oran Farisi dan orang Saduki datang untuk dibaptis, berkatalah
ia kepada mereka: “Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan
kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? Jadi
hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan” (Matius 3:7-8). Yohanes
pembaptis tidak merasa takut untuk menyebut orang-orang Farisi dan Saduki
sebagai keturunan ular beludak. Ucapan ini disampaikan karena mereka pelaku
dosa yang licik dan suka memperdaya orang-orang lemah demi keuntungan sendiri.
Yohanes Pembaptis tidak segan-segan mengucapkan perkataan tersebut dihadapan
orang-orang Farisi dan Saduki.
Yohanes
Pembaptis memiliki keberanian luar biasa dalam menegakkan kebenaran dan menegor
orang-orang yang melakukan dosa. Ia tidak memperdulikan status orang dalam
memberikan teguran sekalipun ia seorang raja (Yohanes 14:1-12). Keberanian
inilah yang tidak dimiliki banyak hamba-hamba Tuhan di masa gereja sekarang
ini. Namun sebagai hamba Tuhan, Yohanes hanya memiliki satu tujuan yaitu
menyenangkan Tuhannya sama seperti Paulus dalam pelayanannya seperti Paulus
katakana, “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau
kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau
mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus” (Galatia
1:10). Menghakimi merupakan bagian dari pelayanan seorang hamba Tuhan.
Dalam
ajaran Yesus
Ada
suatu perintah yang disampaikan Yesus untuk dilakukan umat Tuhan ketika melihat
seorang percaya berbuat dosa. Suatu petunjuk dan langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam menangani masalah yang sedang terjadi tertuang dalam Matius
18:15-18.
“Apabila
saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan
nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau,
bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang
saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka,
sampaikan soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan
jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang
pemungut cukai. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia
ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas
di sorga” (Matius 18:15-18).
Perikope
di atas mungkikn bukanlah ayat-ayat yang umum dibicarakan gereja dan orang
Kristen karena ayat-ayat itu sendiri memberikan suatu prosedur disiplin gereja
ketika ada jemaat melakukan dosa. Karena tindakan itu kelihatan seperti
membongkar dosa orang dan akhirnya mengucilkan pelaku dosa yang tidak bertobat,
disiplin gereja seperti ini sering diabaikan masa sekarang, bahkan banyak gereja
tidak memperdulikan prosedur disiplin ini lagi. Berbeda dengan gereja masa dulu
dimana semua denominasi menekankan disiplin ini demi kebaikan dan pertobatan
pelaku dosa tersebut. Namun masa modern sekarang, gereja mengabaikannya karena
dianggap tindakan itu justru mengurangi jumlah keanggotaan gereja. Hal ini
terjadi karena orang yang dikenakan disiplin gereja sering meninggalkan gereja
asalnya dan bergabung dengan gereja lain. Namun demikian, apapun yang dilakukan
gereja sekarang ini tidak berarti apa yang dicatat dalam Alkitab itu tidak
benar. Justru sebaliknya, gerejalah yang mengabaikan ajaran firman Allah dan
hanya menekankan ajaran tertentu demi keuntungan dan motif gereja tersebut.
Matius
18:15-20 ini sangat penting tetapi sering diabaikan gereja. Namun demikian
ketika ajaran ini ditegakkan dalam gereja, itu berarti gereja telah mengambil
sikap menghakimi pelaku dosa tersebut. Jika tidak demikian, tak seorangpun yang
bisa mengatakan atau menilai orang lain telah melakukan dosa atau menjadi
pelaku dosa dan harus menerima disiplin gereja. Jika tidak demikian bagaimana
mungkin bisa mengatakan orang lain pelaku dosa atau pengajar sesat jika tidak
menghakimi tindakan dan perbuatannya sesuai dengan terang firman Allah.
Menghakimi
adalah menentukan sesuatu atau orang itu salah atau benar dalam terang firman
Allah. Namun jika mengatakan orang lain salah dan sesat, kita harus memastikan
diri tidak munafik atau tidak menghakimi dalam arti negatif, karena jika jika
bersikap demikian, kita juga akan mendapatkan hukuman dari Tuhan. Selidikilah
diri sendiri di hadapan Allah agar pantas menjadi seorang hakim bagi diri
sendiri dan bagi orang lain di sekitarnya dan bagi gereja tempat pelayanan.
Jadi
ayat firman Allah yang berbunyi, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak
dihakimi” bukan berarti umat percaya tidak bisa menghakimi orang lain,
tetapi sebaliknya umat percaya diperintahkan untuk menghakimi dengan benar dan
tidak munafik demi kebaikan orang-orang disekitarnya dan gereja. Kesimpulan
inilah yang dinyatakan konteks Matius 7:1-5
Posted by 08:31 and have
0
komentar
, Published at
No comments:
Post a Comment